DIFUSI INOVASI KBK KE LEMBAGA PENDIDIKAN
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Divusi Inovasi Pendidikan
yang dibina oleh Ibu. Dra. Susulaningsih
Oleh
Akhmad Fakharuddin 108121409945
Tossy Aguk Satriangun 1081214099
Hevyana Devi 1081214099
M. Saifuddin Zuhri 1081214099
TEP /A/ 2008
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
MEI 2009
PENDAHULUAN
Model kurikulum pendidikan di Indonesia hari ini masih belum bisa dilepaskan dari keterlibatan peran pengajar secara penuh. Sejak TK hingga perguruan tinggi para siswa terbiasa duduk mendengarkan guru berceramah. Jika ada yang bertanya, maka si murid dianggap bodoh atau malah ditertawakan. Tanpa disadari, tradisi proses belajar-mengajar seperti ini lambat-laun sudah mendarah daging.
Dalam panduan KBK, dijelaskan bahwa kompetensi sebenarnya merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Penjelasan tersebut menyiratkan apa yang dipikirkan dan dilakukan harus mencerminkan nilai-nilai dasar pengetahuan dan keterampilan dari apa yang didengar, dilihat, dan dipraktikkan baik dari pengajar, buku panduan, buku perpustakaan, media cetak, media massa, laboratorium, maupun dari informasi-informasi lainnya.
Permasalahannya, signifikansi KBK masih diragukan. Hal ini dikarenakan variabel-variabel yang berperan di dalamnya seperti: siswa, institusi sekolah, sarana dan prasarana ternyata masih semrawut dan jauh dari standar kelengkapan. Terlepas dari peran serta variabel yang lain, ada beberapa hal yang mengindikasikan ketidaksiapan dalam menerima KBK:
Pertama, perilaku belajar siswa saat ini masih one way traffic (belajar satu arah). Mereka menganggap bahwa fungsi guru yang seharusnya, yaitu sebagai information sharer dan merupakan ciri khas KBK sudah mulai berkurang. Implikasinya, ketika di luar bangku sekolah dan tidak ada tugas dari guru, siswa cenderung melakukan aktivitas yang tidak ada hubungannya dengan disiplin ilmu yang ditekuni. Mereka lebih senang main play station, ngrumpi, dan bermain untuk menghabiskan waktu. Akibatnya, siswa kurang mampu berpikir dan bertindak kreatif karena masih menganggap guru adalah segalanya.
Kedua, motivasi belajar yang sangat rendah. Siswa saat ini malas membaca buku, kurang berminat mengulang-ulang pelajarannya, bekerja kelompok, dll. Kebanyakan dari mereka lebih senang menyaksikan sinetron, drama, atau nonton konser.
Ketiga, kreativitas dan inovasi siswa di dalam sekolah juga rendah. Hal itu berbanding terbalik dengan esensi dari KBK sendiri yang mengharuskan lulusan memiliki skill dan kreativitas yang tinggi. Kreativitas tersebut baik di bidang organisasi kesiswaan maupun dampaknya bagi masyarakat
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan acuan kurikulum baru baik di sekolah dasar, menengah, bahkan perguruan tinggi, Memberi ruang bagi guru dan siswa untuk bereksplorasi bersama dalam proses pembelajaran. Bahkan KBK menyaratkan bahwa proses pembelajaran harus berpusat pada peserta didik. Proses pembelajaran harus memberi kesempatan dan ruang yang lebih besar bagi peserta didik untuk dapat bereksplorasi, mengalami, menemukan, dan juga menguji pemahaman sendiri dengan terus-menerus bertanya dan mempertanyakan apa yang dipelajari. Maka dari itu, sudah selayaknya pendidikan diterapkan dalam KBK secara utuh. Sebab ini pintu pertama dalam menumbuhkan sikap kritis, Serta tidak hanya sekadar dijadikan percontohan. Oleh karena itu, spirit pendidikan serba bertanya akan dapat mengembangkan sikap kritis, membangun kepercayaan diri, menumbuhkan sikap menghargai diri dan memiliki kemandirian berpikir. Begitulah gambaran kecil kondisi pendidikan Indonesia yang pada umumnya setara dengan polemik sistem pendidikan.
PEMBAHASAN
A. Elemen Difusi Inovasi KBK
1. Inovasi
Dalam hal ini KBK merupakan hal yang baru bagi target(sasaran). Baru dalam artian belum pasti atau mengandung ketidaktentuan. Karena masih mengandung beberapa alternatif.Dan dengan adanya informasi tentang KBK maka berarti mengurangi ketidakpastian dan memperjelas arah KBK kepada target.
2. Komunikasi
Dalam proses komunikasi ini kami memanfaatkan saluran media massa yang ada di daerah tersebut(radio dan suratkabar) untuk menyampaikan informai tentang adanya seminar penyuluhan. Seminar penyuluhan ini ditujukan kepada semua kepala sekolah. Dan akan membahas tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) dengan maksud agar para kepala sekolah ini mengetahui dan menyadari tentang adanya inovasi tentang KBK dan diharapkan mampu menerapkannya pada lembaga pendidikan yang mereka pimpin. Dan untuk lebih mengefektifkan proses komunikasi kami juga menggunakan buku modul(media pembelajaran)tentang KBK yang dibagikan kepada tiap-tiap kepala sekolah untuk lebih memperdalam pemahamam mereka dan bisa dijadikan pedoman bagi tiap tiap sekolah.
3. Waktu
Setelah mengadakan penyuluhan kepada para kepala sekolah sangat mungkin sekali difusi inovasi ini tidak berjalan lancar. Maka kami akan turun ke beberapa sekolah yang di anggap kurang unggul untuk memberikan motivasi dengan pendekatan secara langsung kepada kepala sekolah dan para dewan guru yang ada. Dan kami juga akan turun ke sekolah yang dianggap unggul untuk mengukur sejauh mana perkembangan KBK disekolah tersebut. Dan perlu adanya hubungan antara kami(agen pembaharu) dan para kepala sekolah untuk tindaklanjut lebih jauh atas perkembangan KBK di daerah itu secara keseluruhan.
4. Warga Masyarakat
Proses difusi melibatkan hubungan antar individu dalam sistem sosial. Maka jelaslah bahwa masyarakat akan terpengaruh dan juga mempunyai pengaruh dalam proses difusi inovasi KBK ini.Dalam hal ini semua lapisan masyarakat mempunyai peranan dalam perkembangan difusi inovasi ini. Warga masyarakat ini disebut anggota sistem sosial. Dengan demikian mereka terikat satu sama lainnya. Maka keberhasilan difusi inovasi KBK ini menjadi tanggung jawab guna mencapai tujuan bersama.
B. Penggunaan Strategi difusi inovasi KBK.
Ketepatan menggunakan strategi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan efektifitas pelaksanaan dalam proses difusi. Dalam proses ini kami menggunakan beberapa strategi perubahan sosial beserta alasan penggunaannya:
I. Strategi Fasilitatif
- Klien memerlukan perubahan dan perbaikan model pendidikan
- Klien menyadari perlunya mencari target perubahan (tujuan)
- KBK menciptakan peran baru dalam pendidikan.
- KBK merupakan hal yang baru bagi mereka dan belum dikenal sebelumnya
II. Strategi Pendidikan
- Perubahan sosial ini tidak terjadi dalam waktu singkat, tetapi dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan.
- KBK sendiri diharapkan merubah pola tingkah laku yang ada sebelumnya ke tingkeh laku yang baru
- Perubahan sosial ini desetrai dengan keterlibatan dari berbagai pihak serta berbagai penunjang yang lain.
III. Strategi Bujukan
- Dimanfaatkan untuk melawan penolakan terhadap perubahan pada saat awal diperkenalkan perubahan sosial yang diharapkan.
- Agen pembaharu tidak memiliki alat kontrol langsung terhadap klien. Oleh karenanya agen pembaharu harus terampil dalam menyampaikan KBK dengan baik dan menarik.
C. Tujuan Difusi Inovasi KBK
- Memberi pengertian tentang KBK dan penerapannya disekolah
- Merubah sitem kurikulum yang lama dengan KBK
- Tercipta kerjasama semua pihak agar memilik tanggung jawab bersama dalam pendidikan
PENUTUP
A. Simpulan
Melalui KBK, diharapkan setiap lembaga pendidikan memiliki kekhususan (center excellent) yang berbeda dengan lainnya. Sistem seperti itu seharusnya dapat diterapkan pada semua jenjang di mana lulusannya diharapkan mampu menjadi analis keilmuan yang handal. Bagaimana pun juga, apa yang terjadi di era globalisasi menuntut kondisi yang lebih cepat dan sinergis dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.
Memang tidaklah mudah mengubah suatu hal yang sudah menjadi tradisi, terutama di dunia pendidikan. Dibutuhkan kerja keras dan kebersamaan dari semua pihak yang berkepentingan agar pelaksanaan KBK sesuai dengan yang di harapkan.
B. Saran
Dari simpulan diatas disrankan kepada agen pembaharu agar dapat memahami dengan benar karakter dan keadaan wilayah sasaran(target)setempat agar perubahan social yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik.
C. Referensi
Ibrahim. 1988. Inovasi pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0502/12/opi02.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar