Jumat, 30 Juli 2010

Pembelajaran

Pembelajaran secara kontekstual berhubungan dengan (1) fenomena kehidupan sosial masyarakat, bahasa, lingkungan hidup, harapan dan cita yang tumbuh, (2) fenomena dunia pengalaman dan pengetahuan murid, dan (3) kelas sebagai fenomena sosial. Kontekstualitas merupakan fenomena yang bersifat alamiah, tumbuh dan terus berkembang, serta beragam karena berkaitan dengan fenomena kehidupan sosial masyarakat. Dalam kaitannya dengan ini, maka pembelajaran pada dasarnya merupakan aktivitas mengaktifkan, menyentuhkan, mempertautkan; menumbuhkan, mengembangkan, dan membentuk pemahaman melalui penciptaan kegiatan, pembangkitan penghayatan, internalisasi, proses penemuan jawaban pertanyaan, dan rekonstruksi pemahaman melalui refleksi yang berlangsung secara dinamis. Sementara itu, belajar pada dasarnya merupakan proses menyadari sesuatu, memahami permasalahan, proses adaptasi dan organisasi, proses asimilasi dan akomodasi, proses menghayati dan memikirkan, proses mengalami dan merefleksikan,dan proses membuat komposisi dan membuka ulang secara terbuka dan dinamis. Itulah sebabnya landasan CTL adalah konsep konstruktivisme.

Pendidikan 3M

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan perhatian khusus terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia. Presiden mengemukakan program pendidikan 3M (mutu, murah, merata). Program 3M merupakan pembangunan pendidikan yang bermutu, murah, dan gratis bagi orang miskin. Selain itu, pendidikan yang merata dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat di tanah air.

Menurut Presiden, dengan program pendidikan 3M sesungguhnya kebijakan program dan pelaksanaan pendidikan sudah menuju pada arah yang benar. Terkait dengan capaian program pendidikan, Presiden mengemukakan beberapa isu utama bidang pendidikan.

Presiden mengungkapkan, terdapat enam isu utama permasalahan mendasar bidang pendidikan. Isu pertama adalah biaya pendidikan murah untuk yang miskin, bahkan gratis dan terjangkau. Isu kedua adalah kualitas dan kesejahteraan guru dan dosen.

Presiden menegaskan, para guru dan dosen harus jelas mengerti hak dan menjalankan kewajibannya serta memiliki kompetensi. "Bagaimana mungkin lulusannya bagus kalau kemampuan dosen di bawah standar?" kata Presiden pada Rapat Evaluasi Program Prioritas Depdiknas Tahun 2007 dan Program Tahun 2008 di Ruang Birawa Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (6/02/2008).

Hadir pada Rapat Evaluasi Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu, gubernur, walikota, dan bupati seluruh Indonesia. Selain itu, hadir para kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota seluruh Indonesia.

Lebih lanjut Presiden mengatakan, isu ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah mutu pendidikan terkait dengan standar, kompetisi dibandingkan dengan negara lain, dan lulusan yang siap pakai. Sementara isu yang keempat adalah relevansi pendidikan dengan lapangan pekerjaan. "Ini penting saudara gubernur, bupati, dan walikota, yakni bahwa hasil pendidikan itu klop dan cocok dengan kebutuhan pasar, industri jasa, pertanian, dan apapun yang dibutuhkan oleh ekonomi dan kegiatan di negari ini," kata Presiden.

Oleh karena itu, kata Presiden, harus ada sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan pasar itu sendiri. "Pasar yang membutuhkan lulusan hasil didik harus pas antara spesialis dengan generalis".

Isu kelima adalah pendidikan yang terus mencetak manusia Indonesia yang tangguh, tidak cengeng, berperilaku tertib, taat hukum, dan taat pranata. "Kebebasan sangat penting, tapi tidak boleh kebebasan tanpa diimbangi oleh ketaatan pada pranata. Tentu pendidikan juga berkewajiban mendidik putra-putra bangsa, mendidik manusia untuk memiliki sikap yang toleran, dan jauh dari kekerasan. Ini kita rasakan sungguh penting untuk kita lakukan di negeri ini."

Adapun isu keenam adalah hubungan pusat dan daerah menyangkut tanggung jawab pendidikan. Presiden menekankan pentingnya sharing anggaran. "Otonomi daerah sudah kita berlakukan, desentralisasi fiskal juga telah kita jalankan di negeri ini. Oleh karena, itu budget sharing menjadi sangat penting," kata Presiden.

Di samping enam isu utama tersebut, kata Presiden, terdapat isu-isu khusus, yakni. ketersediaan dan harga buku yang terjangkau, pungutan iuran sekolah, gedung sekolah yang belum memadai, gerakan membaca, masalah guru honor dan guru bantu, pentingnya alih bahasa baik daerah maupun internasional, dan badan mutu pendidikan.

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter kini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan Kemdiknas sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang dibinannya. Tidak kecuali di pendidikan tinggi, pendidikan karakter pun mendapatkan perhatian yang cukup besar, kemarin (1/06) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengadakan Rembuk Nasioanal dengan tema “ Membangun Karakter Bangsa dengan Berwawasan Kebangsaan”. Acara yang digelar di Balai Pertemuan UPI ini, dibidani oleh Pusat Kajian Nasional Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan UPI.

Selain Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof.dr.Fasli Jalal, Ph.D, hadir pula menjadi pembicara seperti Prof.Dr.Mahfud,MD,SH, SU. Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie, SH. Prof.Dr.Djohermansyah Djohan, M.A. Prof.Dr.H.Sunaryo Kartadinata,M.Pd. Prof.Dr.H.Dadan Wildan, M.Hum dan Drs. Yadi Ruyadi, M.si.

Wamendiknas dalam acara ini mengungkapkan arti penting pendidikan karakter bagi bangsa dan negara, beliau pun menjelaskan bahwa pendidikan karakter sangat erat dan dilatar belakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.”

Dari bunyi pasal tersebut, Wamendiknas mengungkapkan bahwa telah terdapat 5 dari 8 potensi peserta didik yang implementasinya sangat lekat dengan tujuan pembentukan pendidikan karakter. Kelekatan inilah yang menjadi dasar hukum begitu pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter.

Wamendiknas pun mengatakan bahwa, pada dasarnya pembentukan karakter itu dimulai dari fitrah yang diberikan Ilahi, yang kemudian membentuk jati diri dan prilaku. Dalam prosesnya sendiri fitrah Ilahi ini dangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memilki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan prilaku.

Oleh karena itu Wamendiknas mengatakan bahwasanya sekolah sebagai bagian dari lingkungan memiliki peranan yang sangat penting. Wamendiknas menganjurkan agar setiap sekolah dan seluruh lembaga pendidikan memiliki school culture , dimana setiap sekolah memilih pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan dibentuk. Lebih lanjut Wamendiknas pun berpesan, agar para pemimpin dan pendidik lembaga pendidikan tersebut dapat mampu memberikan suri teladan mengenai karakter tersebut.

Wamendiknas juga mengatakan bahwa hendaknya pendidikan karakter ini tidak dijadikan kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran. Selain itu mengenai sarana-prasaran, pendidikan karakter ini tidak memiliki sarana-prasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan pembiasaan.

Prihal pengembangannya sendiri, Wamendiknas melihat bahwa kearifan lokal dan pendidikan di pesantern dapat dijadikan bahan rujukan mengenai pengembangan pendidikan karakter, mengingat ruang lingkup pendidikan karakter sendiri ssangatlah luas.

Sehari sebelum acara yang digelar di UPI ini ( 31/05), di Ruang Rapat Komisi X, DPR-RI, diadakan Rapat Kerja yang membahas pendidikan karakter. Hadir dirapat tersebut selain 25 anggota fraksi, adalah Menkokesra, Mendiknas, Menag, Menbudpar, Menpora, Wamendiknas, Perwakilan Kementerian Dalam Negeri, serta para pejabat eselon 1 kementerian terkait.

Dalam Rapat Kerja tersebut dibahas mengenai kesiapan masing-masing kementerian mengenai pendidikan karakter tersebut. Menkokesra sebagai koordinator perumus pendidikan karakter ini menyebutkan bahwa setiap kementerian yang terikat memiliki program-program berencana mengenai pendidikan karakter yang nantinya diajukan sebagai bahan untuk mengagas lahirnya Keppres mengenai pendidikan karakter. Menkokesra pun menyebutkan bahwa nantinya pendidikan karakter ini akan dijadikan aksi bersama dalam pelaksanaannya.

Para anggota fraksi pun melihat pendidikan karakter ini sangat penting dalam membentuk akhlak dan paradigma masyarakat Indonesia. Semoga pendidikan karakter ini tidak hanya menjadi proses pencarian watak bangsa saja, melainkan sebagai corong utama titik balik kesuksesan peradaban bangsa.


Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional